TRYPANOSOMIASIS (SURRA)

Posted in Medis on March 2, 2008 by Dedi Candra

Dedi Candradscf1144.jpg
Penyakit ini menjadi menakutkan pada satwa liar khususnya badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) setelah kasus kematian 5 ekor badak sumatera di Sungai Dusun Malaysia. Awalnya penyakit ini dianggap tidak berbahaya pada Badak karena memang kasusnya sangat jarang terjadi. Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang notabene adalah habitat badak Sumatera menganggap identifikasi tentang penyakit ini menjadi sangat penting dan perlu dilakukan agar diperoleh acuan untuk manajemen pemeliharaan selanjutnya.  Trypanosomiasis (Surra) merupakan penyakit menular pada hewan yang bisa bersifat akut maupun kronis. Parasit darah – Protozoa ini pertama kali ditemukan oleh Evans tahun 1880 di India (Trypanosoma evansi). Awalnya ditemukan pada kuda, kemudian hampir semua hewan berdarah panas rentan terhadap penyakit ini dengan derajat kerentanan yang berbeda. Hewan yang paling rentan kuda, unta dan anjing. Ruminansia kurang rentan sedangkan unggas dan manusia kebal terhadap Surra.
Cara penularan : Trypanosoma evansi akan hidup dalam darah melalui vector seperti lalat penghisap darah golongan Tabanidae (sering disebut lalat pitak atau lalat kerbau) dengan cara mekanik murni dimana Trypanosoma tidak mengalami siklus hidup dalam vektor. Lalat lain : Chrysops, stomoxys, haematopota, lyperosia, haematobia dan beberapa arthopoda lain (anopheles, musca, pinjal, kutu dan caplak). Hewan yang mengandung penyakit tanpa gejala merupakan sumber penyakit yang berbahaya.
Gejala yang dapat ditemukan pada satwa yang terkena Surra
Kuda : Inkubasi 4 – 13 hari, demam (lebih 39 0C), lesu dan lemah. Kadang-kadang pincang kaki belakang (bahkan lumpuh). Mucosa mata agak kuning dengan ptechiae dan oedema kaki bawah. Limfoglandula submaxilaris bengkak dan terasa panas kadang-kadang urtikaria. Gejala syaraf cerebrospinal yaitu gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi dan berputar-putar, biasanya nafsu makan tetap baik.
Sapi dan kerbau : Setelah melewati masa inkubasi timbul gejala umum : temperatur naik, lesu, letih dan nafsu makan terganggu. biasanya hewan dapat mengatasi penyakit walaupun dalam darahnya ada Trypanosoma bertahun-tahun.Apabila sakit : demam selang seling, oedema bawah dagu dan anggota gerak, anemia, makin kurus dan bulu rontok. Mucosa menguning awalnya cermin hidung mengering lalu keluar lendir dan air mata dan sering makan tanah. Ketika masuk cairan cerebrospinal : sempoyongan, berputar-putar,gerak paksa dan kaku.
Badak Sumatera : Kurang nafsu makan, lesu, kelemahan tubuh bagian belakang, sulit ketika bernafas dan bias menyebabkan kematian yang sangat cepat.
Bahan pemeriksaan dapat berupa sediaan ulas darah tipis  dan dengan mikrohematokrit sentrifus: tabung hematokrit yang dilapisi heparin diisi darah lalu ujung ditancapkan cristoseal. Diputar 4-5 menit. Pemeriksaan diatas gelas obyek yang dibuat alur dengan mendekatkan 2 gelas obyek dibawah mikroskop. Sedangkan uji lebih details dilakukan dengan uji serum (antibody)
Dengan adanya kasus pada badak Sumatera maka SRS melalui dokter hewanya (Dedi Candra, Marcel, M. Agil dan Robin WR) melakukan identifikasi secara menyeluruh terhadap Trypanosomiasis di kawasan sekitar TNWK dengan radius 8-15 km. Karena vector lalat dapat terbang sangat jauh maka metode pengambilan sample berdasarkan distribusi satwa yang ada.
Lokasi pertama adalah SRS dengan sample Badak (2) dan Babi (1), lokasi kedua Kampung Plang ijo dengan sample Sapi (4) dan Rajabasa Labuhan ratu dengan sample Sapi (1) dan lokasi ke tiga Pusat Latihan Gajah- PLG Way Kambas dengan sample Gajah (8).
Analisa dilakukan dengan pemeriksaan natif, ulas darah dan uji serum terhadap antibody.
Dari pemeriksaan tersebut hanya satu ekor Gajah PLG yang terdapat antibody terhadap Trypanosoma tetapi setelah dilakukan pemeriksaan ulang tidak ditemukan adanya infasi Trypanosoma. Bersyukur sekali ternyata Way Kambas bebas Trypanosoma, tetapi karena penyakit ini dibawa oleh vector lalat dan pengawasan keluar masuk satwa di Indonesia yang tidak ketat maka ancaman terhadap penyakit ini tetap ada.  Pemeriksaan secara periodik harus tetap dilakukan. Disamping itu tindakan preventive di SRS juga tetap dilakukan seperti  pengendalian vector Tabanidae terutama pada musim hujan dan melakukan pemeriksaan darah rutin.

(dari berbagai sumber – Warta konservasi edisi II June  2005)

IMPIAN MELESTARIKAN BADAK SUMATERA

Posted in Rhino on March 2, 2008 by Dedi Candra

 

Dedi Canpict0335.jpgdra
Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan keanekaragaman hayati tertinggi di Asia.  Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan salah satu keanekaragaman hayati tersebut yang merupakan anugerah dari Tuhan yang maha kuasa, yang harus dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya dimuka bumi ini.  Ironisnya populasi Badak Sumatera (BS) terancam punah karena tekanan habitat yang besar dan sulitnya satwa ini bereproduksi baik dihabitat alaminya in-situ maupun di ex-situ atau Kebun Binatang (KB).
Pelestarian BS  dalam hal ini perlindungan dan perkembangbiakan pada hakikatnya lebih kepada dorongan hati nurani, semangat dan impian untuk mencegah punahnya satwa ini lebih dari yang lainnya. Langkah konkrit dan nyata secepatnya harus dilaksanakan, kita tidak bisa hanya beretorika tapi kita harus bergerak cepat berpacu dengan waktu untuk mengembangbiakkan BS, karena lambatnya gerak kita akan terus memusnahkan satwa langka bercula dua ini.  Tingkat keberhasilan pemeliharaan BS di KB sangat kecil bahkan sejak ~100 tahun lalu ketika orang mulai memelihara BS baru tiga ekor lahir di Cincinati Zoo Amerika pada tahun 2001  (Andalas), 2004 (Suci) dan 2007 (Harapan). Sementara untuk perkembangan dihabitat alaminya dihutan-hutan Sumatera dan Malaysia sangatlah lambat. Populasinya turun drastis dan sekarang tinggal sekitar 300 ekor bahkan banyak yang percaya populasinya dibawah itu.
Tahun 1985 badak ditangkap di wilayah Sumatera (Riau dan Bengkulu) karena daerahnya yang terdesak dan terancam (Doomed), terisolasi dari habitatnya akibat aktivitas HPH dan konversi hutan. Penangkapan dilakukan atas kerjasama Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan (PHKA) dan mitra KB luar negeri (Howletts and Porl Lympne Foundation dari Inggris dan Sumatran Rhino Trash dari Amerika), maka ditangkaplah 18 ekor BS dan disebar ke KB di Indonesia dan mancanegara (AS, Inggris dan Malaysia), sampai akhir 1993 mati 13 ekor karena kegagalan pemeliharaan terutama gangguan pencernaan. Untuk menyelamatkan badak yang tersisa maka dibuatlah suatu tempat yang lebih kondusif untuk  bertahan hidup pada tahun 1998, yaitu di Suaka Rhino Sumatera atau Sumatran Rhino Sanctuary  (SRS), kenapa di sebut Sanctuary atau suaka? Karena tujuan awalnya adalah menyelamatkan badak-badak dari kematian di KB, setelah dianggap dapat bertahan hidup, maka reproduksi menjadi prioritas selanjutnya. Konsep Sanctuary yang dikembangkan SRS memperhatikan 5 aspek kebebasan satwa, yaitu :

1.        badak bebas makan dan minum : sumber pakan dan air tersedia sepanjang tahun

2.       mempunyai lingkungan yang sesuai : habitat  sekitar 100 ha dikelilingi pagar listrik  dengan hutan alami yang masih utuh, tenang dan bebas gangguan

3.       mendapat perawatan kesehatan : selalu dimonitor oleh keepers dan dokter hewan

4.       kesempatan untuk mengekspresikan perilaku alami : browse, salt lick, marking area, kawin, berkubang, dll.

5.       perlindungan dari rasa takut dan stres : mengurangi perjumpaan dengan manusia tetapi tetap dalam pengawasan yang intensif.

SRS merupakan hasil kerja sama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) sekarang PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam), Departemen Kehutanan, Yayasan Mitra Rhino (YMR), International Rhino Foundation (IRF), dan Taman Safari Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu SRS dengan Rhino Protection Unit (RPU) melebur menjadi satu Yayasan baru yaitu Yayasan Badak Indonesia (Yabi) atau Indonesian Rhino Foundation pada 12 Januari 2008, yang selanjutnya menjadi SRS-Yabi dan RPU-Yabi
SRS merupakan penangkaran BS semi in-situ dihabitat aslinya, berada ditengah rimba Taman Nasional Way Kambas Lampung Timur, berjarak ~8 km dari pintu gerbang Plang Ijo,  disinilah kami bekerja siang malam ditengah kesunyian, jauh dari keramain dan  keluarga, disinilah kami memelihara 5 ekor BS, yaitu si jantan “Torgamba” dari Porl Lympne Inggris dan “Andalas” dari Amerika. Si betina “Bina” dari Taman Safari Indonesia, Rosa dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Ratu warga asli Taman Nasional Way Kambas. 
Ganasnya rimba Way kambas, derasnya hujan, terik mentari, diselingi intaian cobra dan hadangan beruang liar tak membuat kami gentar dan surut dalam memonitor perkembangan kelima badak sepanjang hari, karena kami yakin apabila badak-badak ini berhasil berkembangbiak maka masa depan BS akan cerah kembali, kami tidak ingin anak cucu kita hanya mendengar dongeng tentang badak tanpa pernah mereka melihatnya.  Kejenuhan seringkali datang melanda, tapi demi sebuah tekat dan impian yang besar untuk melestarikan kehidupan BS semua halangan dan rintangan berusaha kami atasi.  Dengan usaha dan kerja keras, Kami yakin bisa mengembangbiakkan satwa super langka itu.
Mengembangbiakkan BS sangat sulit dan lambat tidak seperti satwa liar lainnya, situasi bertambah sulit dengan terbatasnya BS yang dikelola manusia, hal ini menjadi dilema bagi dokter hewan dalam mengambil sebuah tindakan, perlu kecermatan, ketepatan dan kehati-hatian. Disatu sisi harus lebih banyak bersama si badak dan di sisi lainnya badak ini harus lebih diliarkan, karena semakin mereka liar maka proses perkawinannya akan semakin bagus. Badak berambut ini bukan hanya milik Indonesia tapi juga milik dunia sehingga upaya pelestariannya menjadi tanggung jawab kita semua.  BS disebut spesies kunci (key species) dalam konservasi keanekaragaman hayati karena sifatnya yang browser menyusuri semak belukar mencari makan setiap hari, berperan dalam penyebaran/regenerasi pohon dari biji tumbuhan yang menempel ditubuhnya yang diselimuti lumpur sehabis berkubang.  BS memerlukan habitat yang luas dan utuh, maka usaha perlindungan badak merupakan usaha perlindungan terhadap hidupan liar lainnya, juga melindungi berbagai jenis habitat mulai dari kawasan pantai sampai ke pegunungan tinggi. Satwa badak mempunyai peranan yang sangat penting bagi berputarnya roda kehidupan di habitatnya yang sangat luas, melibatkan berbagai hubungan ketergantungan terutama jenis tumbuhan pakan.
Kendala awal yang ada di SRS yang dialami Bina dan Torgamba:

  • Badak betina lebih tinggi dan agresif dari jantan dan juga tidak punya ekor (dipotong karena infeksi) sehingga jantan tidak punya orientasi ketika kawin.
  • Awal datang ke SRS jantan tidak punya pengalaman kawin karena terlalu muda waktu ditangkap.
  • Sulitnya mendeteksi masa birahi, karena kalau tidak tepat badak tidak mau kawin dan bisa berkelahi bahkan menyerang siapa saja.
  • Bina mengalami penebalan selaput dara (hymen) dan Torgamba tidak mempunyai spermatozoa yang mencukupi (sedang diterapi).
  • Sulit untuk meliarkan kembali kedua badak karena sudah terlalu lama berada di KB dan kurangnya catatan data badak sewaktu di KB.

Dengan kondisi yang serba sulit, awalnya impian untuk mengembangbiakkan BS di SRS seperti tidak akan berhasil, banyak pihak yang pesimis, sampai tahun 2002, selama 4 tahun berbagai upaya dilakukan tapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan, Torgamba belum berhasil kawin secara sempurna.  Kondisi kesehatan kedua badak sangat baik karena selalu dimonitor oleh Dokter Hewan.  Petugas berusaha mengamati perilaku (behavior) reproduksi badak secermat dan seteliti mungkin selama 24 jam agar perkawinannya berhasil.  Perubahan perilaku diarahkan sealami mungkin dengan mengkombinasikan dengan pengetahuan yang dimiliki.  Pada 25 Februari 2002 badak jantan Torgamba berhasil kawin dengan sempurna untuk pertama kalinya.  Proses perkawinannnya hampir selalu dibantu terutama saat penetrasi, hal ini karena hambatan alami dimana jantan lebih pendek dari betina dan betina tidak punya ekor sehingga sulit buat sijantan untuk orientasi penetrasi. Secercah harapan timbul, lelah terasa hilang, bayangan akan punya bayi BS pertama akan menjadi kenyataan.  Setelah dilakukan pemeriksaan yang intensif dengan manual dan medis (Ultrasound) ternyata badak betina Bina belum bunting. Datangnya badak-badak muda pada periode 2005-2007 seperti Ratu, Rosa dan terakhir Andalas ke SRS menambah optimisnya masa depan perbadakan Indonesia. Hal ini bukan berarti hambatan pergi menjauh karena badak-badak muda ini masih butuh pembelajaran untuk pengalaman reproduksi sambil menunggu masa matang secara sexual. Andalas pun masih perlu banyak belajar tentang hidup dan kehidupan. Tapi kami yakin dengan usaha, kerja keras dan semangat pantang menyerah impian akan jadi kenyataan. Untuk mendukung keberhasilan di SRS berbagai macam dan bentuk penelitian dilakukan antara lain tentang perilaku, makanan, hormonal, zat gizi, habitat, reproduksi, dll. Dalam melakukan penelitian ini, SRS bekerja sama dengan berbagai lembaga penelitian baik dari Universitas dalam negeri seperti UNILA dan IPB maupun luar negeri. SRS juga memberikan kesempatan magang dan belajar bagi mahasiswa, pelajar, pramuka ataupun LSM yang tertarik dengan badak. Hingga penghujung 2007 telah berpuluh kali keberhasil perkawinan yang sempurna tapi kebuntingan belum terjadi, mungkin sebentar lagi.  Hari demi hari, minggu berganti minggu dan bulan terus berlalu tanpa kenal lelah kami masih disini di hutan ini, meneliti kehidupan badak paling terancam didunia (critical endangered), entah kapan impian itu akan jadi kenyataan sementara dihabitat alaminya di belantara Sumatera ancaman kepunahan terus terjadi. Impiannya dan harapan itu selalu ada yang penting kita harus selalu berusaha, berusaha dan berusaha………….
(Apabila ada yang peduli dan ingin memberi donasi kepada pelestarian Badak Sumatra silahkan menghubungi www.Dephut.go.id,  www.badak.or.id atau www.rhinos-irf.org)

Wah Kambas – Hutanku sayang…

Posted in Konservasi on March 2, 2008 by Dedi Candra

Dedi candra
image3331.jpgBus jurusan kampung  Rambutan menuju Merak berjalan merayap dikemacetan kota Jakarta.  Duduk santai dikursi belakang sambil membaca koran pagi, ini adalah rutinitas yang aku hadapi ketika berangkat ketempat kerja di Sumatran Rhino Sanctuary –Taman Nasional Way Kambas (SRS-TNWK) Lampung. Tiba-tiba masuk seorang pengamen dengan gitar tua penuh coretan, tampangnya dekil dengan rambut gondrong tapi ada semangat di wajahnya.
Pengamen lagi ….. pengamen lagi… katanya memperkenalkan diri…. Jrenggg………jrengg… cukup apik ia memainkan gitarnya……
Ketika lagu ciptaan musisi hebat Iwan Fals dia mainkan, koran pun secara reflek aku tinggalkan dan serius menyimak lagu yang dibawakan.

Raung buldozer gemuruh pohon tumbang-Berpadu dengan jerit  isi rimba raya-Tawa kelakar badut-badut serakah-Tanpa hph berbuat semaunya-Lestarikan alam hanya celoteh belaka-Lestarikan alam mengapa tidak dari dulu.. Oo mengapa-Oo  oo jelas kami kecewa-Menatap rimba yang dulu perkasa-Kini tinggal cerita-Penghantar lelap sibuyung-Bencana erosi selalu datang mengantui-Tanah kering kerontang banjir datang  itu pasti-Isi rimba tak ada tempat berpijak lagi-Punah dengan sendirinya akibat rakus manusia-Lestarikan hutan hanya celoteh belaka-Lestarikan hutan mengapa tidak dari dulu.. Saja-Oo  oo jelas kami kecewa-Mendengar gergaji tak pernah berhenti-Demi kantong pribadi-Tak ingat rejeki generasi nanti.

Aku yang biasanya sangat malas memberi uang recehan kepada pengamen dengan reflek mengeluarkan lembar ribuan dan dengan tulus memberikan kepada pengamen gondrong tersebut, bukan apa-apa aku sangat sedih dan juga terharu dengan syair yang dimainkannya. Tepat sekali kondisi yang dia ceritakan dengan keadaan beberapa kawasan hutan di Indonesia tercinta ini tak terkecuali di TNWK. Malang nian nasib negriku, malang nian nasib hutanku. Kayu-kayu dipanen seenaknya tanpa merasa berdosa, jerat dan perangkap satwa bertebaran di lantai hutan, perambahan juga terjadi, semua serba kebablasan. Luar biasa kerusakan yang dialami hutan kita. Apakah pengamen itu mengerti tentang syair yang baru ia mainkan? aku tak tahu, tapi yang penting dia telah mengingatkan aku dan kita semua bahwa itulah realita, itulah kenyataan. Hutanku nan dulu indah bak jambrut katulistiwa kini memang hanya tinggal cerita, populasi satwa didalamnya turun drastis, beberapa satwa seperti badak, harimau, gajah, dan lain-lain berubah status dari aman menjadi terancam kepunahan (critical endangered). Belum lagi beberapa kejadian alam yang dipicu oleh kerusakan hutan seperti banjir bandang, longsor dan kekeringan panjang bahkan kebakaran hebat yang bahkan sampai negara kita disebut pengekspor asap.
Siapa yang rugi? tentulah semua penghuni jagat raya ini termasuk kita.  Manfaatnya sangat besar bagi bangsa kita sendiri dan bagi sesama penghuni bumi, terutama karena fungsinya sebagai paru-paru dunia, penahan air dan sumber plasma nutfah. 
Seiring dengan menyempitnya areal hutan alam tropis itu, rusak pula keserasian lingkungannya.  Ribuan jenis flora dan fauna terancam punah, mungkin akan tinggal menjadi catatan sejarah.  Harimau yang buas mulai sulit ditemukan, gajah yang perkasa kini tinggal cerita, orang hutan yang lucu kini merana, kicauan murai batu tak terdengar lagi, tarian cendrawasih tak ada lagi dan badak yang penyendiri kini makin sendiri. Jumlah satwa badak semakin sedikit, selain karena rusaknya habitat, juga karena terkena jerat, masuk perangkap, diburu dan dibantai para pemburu gelap.
Perburuan liar yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang tidak bertanggung jawab itu sangat mempengaruhi populasi badak dinegeri kita, badak tidak dapat hidup tenang karena senantiasa terusik oleh kegiatan para pemburu, sehingga nasib mereka selanjutnya seakan-akan sangat tergantung pada desing timah panas dan alat-alat jebakan yang ganas.
Jauh juga aku menerawang, lamunan lenyap  ketika bus memasuki pintu tol Merak, hampir sampai penyeberangan rupanya.  Diatas kapal cepat aku lanjutkan membaca Koran yang sejak ada pengamen tidak aku baca lagi. Ternyata dikoran hari ini ada data tentang kerusakan hutan di Indonesia.
Luas Hutan kita 120, 34 juta hektar (data 1999), Total kerusakan Hutan 101,37 juta hektar, Laju Kerusakan Hutan 3,8 juta hektar per tahun.  Kerusakan dalam kawasan 59,62 juta hektar. Terdiri dari hutan produksi (44,42 juta hektar), hutan lindung ( 10,52 juta hektar) dan hutan konservasi (4,69 juta hektar).
Sumber Badan Planologi Kehutanan tahun 2003 dan Politik Pengelolaan Sumber Daya Hutan oleh Untung I dan Agung.
Wah..wah sangat menakutkan dan menyeramkan data diatas, berarti setiap menitnya hutan kita yang lebat lagi indah lenyap atau hilang seluas enam lapangan sepak bola, alamak…… berarti negeri ini diambang kehancuran dan bumi akan semakin panas (global warming kata orang sono). Itu data tahun 2003 bagaimana data terbaru? tahun 2008?
Di Bakauheni Surono supir SRS sudah menuggu, terima kasihku pada Surono yang selalu mengantar dan menjemputku ketika akan libur ke Bogor dimana anak dan istriku tinggal. Suatu dedikasi dan kesetiaan yang patut dihargai. Surono supir yang hebat, aku akan melanjutkan lamunanku diperjalanan menuju Way Kambas negeri tempatku mengabdi dan berbakti.
Kali ini anganku lebih fokus kepada TNWK. Kawasan ini Merupakan perwakilan ekosistem hutan tropis dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang, semak belukar, dan hutan pantai.
Secara administratif terletak diKabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah dan Tulang Bawang. Adapun statusnya dimulai dengan nama kawasan Suaka Margasatwa dan ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai taman Nasional Way Kambas dengan SK. No. 144/Menhut-II/1989 pada tanggal 1 April 1989 dengan luas ~ 130.000 ha, kemudian resmi ditetapkan sebagai Balai Taman Nasional Way Kambas tanggal 31 Maret 1997 dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997. Kawasan ini memang tidak terlalu luas tapi cukup bagus untuk habitat beberapa satwa liar bahkan di kawasan ini terdapat empat jenis mamalia besar penting seperti badak, gajah, harimau dan tapir. Temperatur umumnya berkisar 28-37 0C dengan curah hujan cukup tinggi 2.500-3.000 mm/tahun.
Lamunanku terganggu ketika Surono menginjak pedal rem dengan mendadak…… rupanya mobil kami hampir menabrak seekor ayam jantan. Berabe urusannya kalau sampai menabrak sesuatu didaerah ini karena bisa panjang urusannya apalagi jalan yang kami lewati cukup rawan.
Apalagi yang bisa aku ingat tentang Way Kambas? Oo ya gajah pintar, sebenarnya Way Kambas dikenal orang awalnya karena banyak gajahnya, ketika nama Way Kambas disebut anggapan orang ya mamalia berbelalai panjang itu.
Pusat Latihan Gajah (PLG)
PLG terhampar didaerah terbuka Karangsari sekitar 9 Km dari pintu gerbang Plang Ijo didirikan pada tahun 1985 dan telah menghasilkan sekitar 290 ekor gajah jinak terlatih. Di PLG kita dapat menyaksikan Pelatihan dan pendidikan terhadap gajah liar yang bermasalah (tertangkap, pengganggu, dll), menyaksikan atraksi gajah yang sangat luar biasa (main bola, menari, berjabat tangan, hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih banyak yang lainnya) bahkan gajah PLG juga bisa untuk gajah pekerja seperti membajak sawah.  Saat ini PLG mempunyai koleksi gajah jinak pintar sebanyak 62 ekor. Potensi wisata yang begitu besar belum dimanfaatkan oleh pengelola dengan maksimal. Selain Gajah tentu saja ikon baru TNWK yaitu badak sumatra. Kepopuleran badak ini seiring keberadaan Sumatran Rhino Sancturary di Way kambas.
Cara Pencapaian Lokasi Way Kambas:

  • Seperti yang sedang aku lalui saat ini Way Kambas dapat dicapai dari  jalur Bakauheni – Labuhan Maringgai – Way Kambas, menggunakan mobil ~3 jam, atau dengan melalui jalan lain seperti
  • Bandarlampung – Metro – Way Jepara (112 Km), dengan mobil ~2 jam.
  • Branti – Metro – Way Jepara (100 Km),menggunakan mobil ~1.30 jam.
  • Bakauheni – Panjang – Sribawono – Way Jepara (170 Km), dengan mobil ~3 jam.
  • Way Jepara – Pusat Latihan Gajah, menggunakan mobil ~ 20 menit

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di Way Kambas, TNWK bekerjasama dengan para mitra, sampai awal 2008 ini ada 4 mitra, yaitu:
1.       
Sumatran Rhino Sanctuary : Suaka Badak Sumatera
2.      
Rhino Protection Unit : Patroli Keamanan Habitat Badak
3.      
Tiger Project : Pusat Konservasi Harimau Sumatera
4.      
Wildlife Concervation Society : Mengatasi permasalahan Gajah Liar
Way Kambas kau memang indah tapi sampai kapan keindahanmu akan bertahan, tangan-tangan jahil selalu mengusik dan mengganggumu. Kita jangan berbangga hati dengan predikat sumber biodiversity ke dua didunia setelah Amerika latin tapi hutan kita hancur lebur. Sudahlah …… sekarang mari kita jaga dan lestarikan hutan Way Kambas,  mumpung belum habis, marilah kita lakukan menurut cara dan kemampuan kita masing-masing. Jayalah hutan ku…. Jayalah Indonesiaku…..
(Warta konservasi edisi IV December 2006)

Surat dari tahun 2070 – Air dan bumi demi masa depan

Posted in Konservasi on March 2, 2008 by Dedi Candra

air2.jpgAku hidup di tahun 2070, aku berumur 50 tahun, tetapi kelihatan seperti sudah 85 tahun.
Aku mengalami banyak masalah kesehatan terutama masalah ginjal karena aku minum sangat sedikit air putih.
Aku fikir aku tidak akan hidup lama lagi.

Sekarang aku adalah orang yang paling tua di lingkunganku.
Aku teringat disaat aku berumur 5 tahun semua sangat berbeda.
Masih banyak pohon dihutan dan tumbuhan hijau disekitar, setiap rumah punya tanaman dan taman yang indah, dan aku sangat suka berm
ain air dan mandi sepuasnya.
Sekarang, kami harus membersihkan diri hanya dengan handuk sekali pakai yang dibasahi dengan minyak mineral.
Sebelumnya, rambut yang indah adalah kebangaan semua perempuan.
Sekarang kami harus mencukur habis rambut untuk membersihkan kepala tanpa menggunakan air.
Sebelumnya ayahku mencuci mobilnya dengan menyemprotkan air langsung dari kran ledeng.
Sekarang, anak-anak tidak percaya bahwa dulunya air bisa digunakan untuk apa saja.
Aku masih ingat sering kali ada pesan yang mengatakan “Jangan membuang-buang air”
Tapi tak seorangpun memperhatikan pesan tersebut, orang beranggapan bahwa air tidak akan pernah habis karena persediannya yang tidak terbatas.
Sekarang, sungai, danau, bendungan dan air bawah tanah semuanya telah tercemar atau sama sekali kering.
Pemandangan sekitar yang terlihat hanyalah gurun-gurun pasir yang tandus, infeksi saluran pencernaan, kulit dan penyakit saluran kencing sekarang menjadi penyebab kematian nomor satu.
Industri mengalami kelumpuhan, tingkat pengganguran mencapai angka yang sangat dramatis, pekerja hanya dibayar dengan segelas air minum per harinya.
Banyak orang menjarah air ditempat-tempat yang sepi.
80% makanan adalah makanan sintetik.
Sebelumnya, rekomendasi umum untuk menjaga kesehatan adalah minum sedikitnya 8 gelas air putih setiap hari.
Sekarang aku hanya bisa minum setengah gelas air setiap hari
Sejak air menjadi barang langka, kami tidak mencuci baju, pakaian bekas pakai langsung dibuang, yang kemudian menambah banyaknya jumlah sampah, kami gunakan septic tank untuk buang air, seperti pada masa lampau, karena tidak ada air.
Manusia dijaman kami kelihatan menyedihkan:
Tubuh sangat lemah, kulit pecah-pecah akibat dehidrasi, ada banyak koreng dan luka akibat banyak terpapar sinar matahari karena lapisan ozon dan atmosfir bumi semakin habis.
Karena keringnya kulit, perempuan berusia 20 tahun seperti telah berumur 40 tahun.

Para ilmuwan telah melakukan berbagai investigasi dan penelitian, tetapi tidak ada jalan keluar, Manusia tidak bisa membuat air.
Sedikitnya jumlah pepohonan dan tumbuhan hijau, membuat ketersediaan oksigen sangat berkurang yang membuat turunnya kemampuan intelegensi generasi mendatang.
Morphologi manusia mengalami perubahan…
yang menghasilkan anak-anak dengan berbagai masalah defisiensi, mutasi dan malformasi
Pemerintah bahkan membuat pajak atas udara yang kami hirup:
137 m3 per orang per hari (31.102 galon)
Barang siapa yang tidak membayar pajak ini akan dikeluarkan dari “ kawasan ventilasi” yang dilengkapi dengan peralaan paru-paru mekanik raksasa bertenaga surya yang menyuplai oksigen
Udara yang tersedia didalam kawasan ventilasi tidak berkualitas baik, tetapi setidaknya menyediakan oksigen untuk bernafas.
Umur hidup manusia rata-rata adalah 35 tahun.
Beberapa Negara yang masih memiliki pulau bervegetasi mempunyai sumber air sendiri. Kawasan ini dijaga dengan ketat oleh pasukan bersenjata
Air menjadi barang yang sangat langka dam berharga melebihi emas dan permata
Disini ditempatku tidak ada lagi pohon karena sangat jarang turun hujan, kalaupun hujan itu adalah hujan asam.
Tidak dikenal lagi adanya musim, perubahan iklim secara global terjadi di abad 20 akibat efek rumah kaca dan polusi, kami sebelumnya telah diperingatkan bahwa sangat penting untuk menjaga kelestarian alam, tetapi tidak ada yang peduli.
Pada saat anak perempuanku bertanya bagaimana keadaan ketika aku masih muda dulu, aku menggambarkan bagaimana indahnya hutan dan alam sekitar yang masih hijau.
Aku menceritakan bagaimana indahnya hujan, bunga, asyikya bermain air, memancing disungai dan bisa minum air sebanyak yang kita mau.
Aku menceritakan bagaimana sehatnya manusia pada masa itu.
Dia bertanya?
Ayah, mengapa tidak ada air lagi sekarang?
Aku merasa seperti ada yang menyumbat tenggorokanku.
Aku tidak dapat menghilangkan perasaan bersalah, karena aku berasal dari generasi yang menghancurkan alam dan lingkungan dengan tidak mengindahkan secara serius pesan-pesan pelestarian…
dan banyak orang lain juga!
Aku berasal dari generasi yang sebenarnya bisa merubah keadaan, tetapi tidak ada seorangpun yang melakukan.
Sekarang, anak dan keturunanku yang harus menerima akibatnya.
Sejujurnya, dengan situasi ini kehidupan di planet bumi tidak akan lama lagi punah, karena kehancuran alam akibat ulah manusia sudah mencapai titik akhir.
Aku berharap untuk bisa kembali kemasa lampau dan meyakinkan umat manusia untuk mengerti apa yang akan terjadi…

Pada saat itu masih ada kemungkinan dan waktu bagi kita untuk melakukan upaya penyelamatan planet bumi ini? Dokumen ini dipublikasikan dimajalah “Cronica de los tiempos” April 2002. Translet oleh Yuliana Suliyanti, Agustus 2007
Auteur: Ria Ellwanger, en collaboration avec Lopez chaves Ariel Alahin
riaellw@globo.com , alainlopesz909@hotmail.com
Texte: revue ““Cronica de los tiempos” d’avrill 2002
Images: Getty images
Traduction francaise “maison” : Eva Sagasti generationfutures.net
Free English translation: Daniel T Brunner Daniel_t_b@hotmail.com
Free Bahasa translation: Yuliana Suliyanti Yulianasuliyanti@yahoo.co.id

 Air…
Air adalah sumber kehidupan, semua makhluk hidup memerlukan air.
Tulisan diatas banyak memberikan pelajaran pada kita semua, kearifan penggunaan air adalah sangat penting.
Jangankan tahun 2070, pada tahun-tahun ini saja berbagai tempat di Indonesia sudah mengalami kekeringan yang parah, bahkan desa Plang ijo Labuhan Ratu XI dapat dikadikan contoh nyata, menurut masyarakat setempat sekarang sering terjadi kekeringan dan kesulitan mendapatkan air walaupun sumur sudah didalamkan, hal ini berbeda dengan satu dekade sebelumnya. Desa tersebut bahkan berbatasan langsung dengan Hutan Taman Nasional Way kambas, seharusnya kesulitan air tidak perlu terjadi. Memang sekitar desa tersebut sudah banyak lahan terbuka dan pesatnya industri/perusahaan yang banyak menguras air tanah dan polusi. Sumur-sumur dalam artesis bertebaran tak terkontrol, memang menurut teorinya sumur artesis tidak akan merusak air tanah permukaan yang banyak digunakan penduduk tetapi kenyataannya seperti itu. Itu baru contoh kecil, belum lagi dibelahan Indonesia lainnya sering terjadi kekeringan dan kemarau yang sangat panjang, dimana-mana orang teriak air.. air…
Kalau kita beralih keperkotaan kondisinya semakin memprihatinkan, air sulit didapat kalaupun ada tidak terjamin kebersihannya, limbah industri mencemari sungai-sungai yang ada dan eksploitasi air terjadi besar-besaran dan tak terkendali, bahkan kata beberapa pakar sungai-sungai di pulau Jawa dalam kondisi kritis. Sebelum terlambat mari kita menggunakan air sewajarnya dan seperlunya. Jangan kita mengotori/mencemari lingkungan dengan zat-zat yang berbahaya, mari kita renungkan dan kita camkan bahwa kita tidak akan bisa hidup tanpa air.
Air… air…air…
(Dedi Candra dari berbagai sumber)

Liputan Kedatangan Badak Sumatera “Andalas” ke Indonesia

Posted in Konservasi on March 2, 2008 by Dedi Candra

KEDATANGAN ANDALAS
Februari 2007 – Kepulangan Andalas ke Indonesia seperti halnya dengan traslokasi Badak Sumatera betina Rosa dan Ratu, merupakan salah satu kegiatan yang diprioritaskan dalam strategi konservasi Badak Indonesia (SKBI) yang telah direvisi bulan Februari 2005. Dalam SKBI terdapat butir-butir yang menyebutkan bahwa prioritas kegiatan untuk periode tahun 2006-2010 untuk Badak Sumatera adalah program pengembangbiakkan badak sumatera di SRS Lampung didorong dengan mendatangkan 2-3 ekor Badak Sumatera dari habitat aslinya dan 1 ekor lagi Badak Sumatera dari penangkaran di luar negeri (Amerika).
Kedatangan Andalas mendorong pemerintah Indonesia khususnya Suaka Rhino Sumatera (SRS) untuk dapat mengembangbiakkan badak sumatra dalam sebuah penangkaran (semi ex-situ). Andalas yang dalam kondisi sehat dan siap kawin nantinya akan dipasangkan dengan badak Sumatera betina yang masih muda yaitu Rosa dan Ratu yang sudah lebih dahulu menghuni SRS.

Indonesia akan menerima kedatangan seekor Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis) dari Amerika Serikat pada tanggal 20 Pebruari 2007. Badak jantan yang masih remaja berumur 5 tahun ini bernama Andalas. Andalas adalah Badak Sumatera pertama yang berhasil dilahirkan dari perkawinan di dalam penangkaran (ex-situ).  Andalas lahir pada tanggal 13 September 2001 di Cincinnati Zoo, USA, dari pasangan Badak Sumatera betina bernama emi dan Badak Sumatera jantan bernama Ipuh. Pada tahun 2003, kedua pasangan badak ini juga menghasilkan keturunnan bayi Badak Sumatera betina yang kemudian diberi nama suci. Kedua pasangan badak ini Ipuh dan Emi merupakan Badak Sumatera  hasil tangkapan dari kawasan Bengkulu sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat melalui program penangkapan (capture program) dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Sumatran Rhino Trust (SRT) peride tahun 1980-1994. Program penangkapan tersebut ditujukan untuk menyelamatkan Badak Sumatera yang terdesak (doomed) akibat habitat yang makin menyempit dan perburuan. Ipuh ditangkap tahun 1990 dan pada saat itu berumur kira-kira 20 tahunan, sedangkan Emi ditangkap tahun 1991 dan berumur kurang lebih 8 tahun. Kedua badak ini dikirim ke Cincinnati Zoo, USA, karena Cincinnati Zoo berhasil melakukan breeding pada spesies badak lain.
Upaya penangkaran Badak Sumatera dari Indonesia telah berjalan selama 20 tahun. Namun 75 % badak sumatera yang dipelihara dikebun-kebun binatang tersebut mati karena pengelolaan yang kurang tepat selama kurun waktu 1985-1997. Upaya penangkaran Badak Sumatera kini hanya ada di Suaka Rhino Sumatera (SRS) di Way Kambas, Lampung. SRS selesai dibangun tahun 1997 dengan luas kawasan sekitar 100 ha yang merupakan habitat alami badak sumatera. Tahun 1998 SRS sudah dihuni oleh tiga Badak Sumatera , yaitu Bina (betina, 15 tahun), Dusun (betina, 17 tahun), dan Torgamba (jantan, 20 tahun). Namun pada tanggal 7 Pebruari 2001 Dusun mati karena sakit kronis dan faktor ketuaan (usia).
Sejak dibangunnya SRS sampai dengan sekarang, SRS belum berhasil melaksanakan breeding pada Bina. Hal tersebut disebabkan beberapa asumsi seperti usia kedua Badak Sumatera , Bina dan Torgamba, sudah tua, hasil pemeriksaan laboratorium juga menunjukkan bahwa sel sperma Torgamba sangat sedikit dan lemah sehingga kemungkinan untuk membuahi juga kecil.
Rencananya Andalas yang sehat dan siap kawin akan dipasangkan dengan Badak Sumatera betina muda Rosa dan Ratu yang telah lebih dahulu menghuni SRS. Rosa adalah Badak Sumatera betina berumur kurang lebih 5 tahun yang berasal dari hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Badak betina ini pertama kali ditemukan pada bulan Mei 2004 kemudian kerap muncul di jalan tembus antara Sukaraja-Pemerihan, Lampung. Pemantuan oleh Rhino Protection Unit (RPU) yang dilakukan selama tahun 2005 menunjukkan bahwa Rosa sering keluar hutan dan berada di kebun masyarakat juga tidak takut didekati oleh manusia. Perilaku badak yang tidak biasa dilakukanlah usaha penyelamatan badak Rosa sehingga Rosa berhasil dipindahkan ke SRS pada tanggal 26 Nopember 2005.
Ratu, seperti halnya Rosa adalah Badak Sumatera betina berumur kurang lebih 6 tahun berasal dari hutan Taman Nasinoal Way Kambas. Namun Ratu bukan badak yang jinak. Ratu ditemukan ditengah perkampungan dan lahan pertanian penduduk karena takut kehadiran manusia. Selama kurang lebih 5 jam berlari-larian di tengah perkampungan, lahan pertanian, jalan raya beraspal atau berbatu dalam kondisi cuaca yang panas. Walaupun beberapa kali sempat masuk rawa, kolam di halaman rumah dan sungai-sungai kecil Ratu sempat berlari sejauh kurang lebih 20 kilometer. Ratu akhirnya berhenti berlari karena kehabisan tenaga di pinggir sungai kecil di kecamatan Labuhan Ratu (4 km dari batasan kawasan TNWK). Pada hari itu juga, yaitu tanggal 26 September 2005, Ratu dipindahkan ke SRS. (hya)

Balai Besar Karantina Hewan Soekarno-Hatta (www.khsh.go.id) 

Badak “Andalas” Tiba di Cengkareng Selasa Malam

20/02/07 11:54 – Bandarlampung (ANTARA News) – Badak Sumatera berjuluk “Andalas”, Selasa malam dijadwalkan tiba di Bandara International Soekarno-Hatta, setelah melakukan perjalanan jauh saat dikembalikan ke Indonesia oleh sebuah kebun binatang di Los Angeles (LA), Amerika Serikat (AS).

Sesampainya di bandara Soekarno-Hatta, “Andalas” akan diseberangkan melalui Pelabuhan Merak Banten menuju Bakauheni, Lampung Selatan dengan kapal ferry untuk selanjutnya dikembalikan ke habitatnya di hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur, kata Marcellus Manajer Penangkaran Badak Sumatera (SRS) di TNWK.
Badak bercula dua (Dicerorhinus Sumatrensis) ini diperkirakan tiba di Lampung, Rabu (21/2).
Menurutnya, “Andalas” merupakan keturunan pertama (anak) dari pasangan Badak Sumatera yang menghuni kebun binatang di Cincinnati-AS yang berhasil dibiakkan di sana.
Pengembalian badak itu, sebagai bagian program global untuk penyelamatan badak Sumatera, dengan harapan “Andalas” menjadi pejantan baru yang produktif, dapat membuahi badak betina di pusat penangkaran badak Sumatera (Suaka Rhino Sumatera/SRS) di hutan Lampung itu.
Menurut Drh Marcellus Adi CTR, Site Manager Suaka Rhino Sumatera (SRS/Sumatera Rhino Sanctuary) di TNWK, tempat “Andalas” akan diliarkan kembali, Selasa (20/2) malam itu juga badak jantan muda itu akan dibawa menyeberang ke Lampung menggunakan jalan darat sehingga mesti lebih dulu berlayar di Selat Sunda.
“Andalas” dan rombongan penjemput serta pengantarnya perlu menyewa satu kapal ferry khusus, untuk membawanya ke Bakauheni-Lampung yang selanjutnya melalui jalan darat sampai ke TNWK di Lampung Timur.
Sementara itu di SRS TNWK telah disiapkan tempat berupa kandang adaptasi bagi “Andalas”, sebelum diliarkan kembali pada areal seluas sekitar 100 ha di dalam hutan TNWK itu.
Di sana telah hidup empat ekor badak Sumatera yang merupakan bagian program penangkaran semi-alami di hutan TNWK, yaitu Torgamba (badak jantan), Bina, Rosa, dan Ratu (ketiganya adalah badak betina).
Hingga saat ini program penangkaran badak Sumatera di SRS TNWK belum berhasil membiakkan anak badak. Diduga akibat kualitas pembuahan Torgamba yang usianya cukup tua, relatif kurang bagus, sehingga belum berhasil membuahi tiga badak betina di sana padahal telah berkali-kali terjadi perkawinan diantara badak itu.
Pengelolaan penangkaran badak di TNWK dijalankan oleh Yayasan Suaka Rhino Sumatera yang mendapatkan dukungan dari sejumlah lembaga internasional, diantaranya International Rhino Foundation (IRF).
Penangkaran dan pembiakan badak Sumatera menjadi program alternatif untuk menyelamatkan salah satu spesies badak yang tergolong sangat langka dan dilindungi di dunia. (Copyright © 2008 ANTARA)

Indonesia Terima Badak Jantan dari AS
21/02/07 00:28 – Jakarta (ANTARA News) – Indonesia menerima seekor badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dari Amerika Serikat (AS) berjenis kelamin jantan dalam rangka program pengembangbiakan jenis hewan tersebut.
“Populasi badak Sumatera sekarang ini turun begitu drastis dari sekitar 800 ekor menjadi 300 ekor akibat berbagai hal seperti perburuan dan rusaknya habitat,” kata MS Kaban, Menteri Kehutanan dalam acara penyerahan badak Sumatera dari AS kepada Indonesia di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Selasa.
Badak jantan berusia lima tahun bernama Andalas itu, menurut dia akan dikawinkan dengan dua ekor badak Sumatera betina bernama Rosa dan Ratu di Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung.
“Kepulangan Andalas ke Indonesia merupakan salah satu kegiatan yang diprioritaskan dalam Strategi Konservasi Badak Indonesia (SKBI) yang telah direvisi bulan Februari 2005,” katanya. Ia mengatakan, andalas adalah badak Sumatera pertama yang berhasil dilahirkan dari perkawinan di dalam penangkaran pada 13 September 2001 di kebun binatang Cincinnati, AS dari pasangan badak Sumatera betina Emi dan yang jantan Ipuh.
“Ketika habitat badak Sumatera di Indonesia turun drastis, para ahli segera menyebar berbagai badak itu ke beberapa kebun binatang dunia untuk dilakukan penelitian serta perkembangbiakan pada hewan tersebut,” ujar dia. Dari berbagai kebun binatang itu, ujarnya, badak Sumatera yang ada di kebun binatang Amerika itulah yang mengalami kemajuan serta melahirkan Andalas dan dua ekor badak lainnya.
“Upaya penangkaran badak Sumatera dari Indonesia telah berjalan selama 20 tahun, namun 75 persen badak Sumatera yang dipelihara di kebun-kebun binatang tersebut mati karena pengelolaan yang kurang tepat selama kurun waktu 1985-1997,” tuturnya.
Upaya penangkaran badak Sumatera, ujar MS Kaban, kini hanya ada di Suaka Rhino Sumatera (SRS) di Way Kambas yang selesai dibangun tahun 1997 dengan luas kawasan sekitar 100 ha. “Sebelumnya di Way Kambas sudah dilakukan proses perkembangbiakan antara badak betina Sumatera bernama Bina dengan seekor badak jantan dari Inggris bernama Torgamba, tetapi ternyata tidak berhasil karena badak Sumatera yang dikembang- biakan di Ingris itu kurang subur,” ucapnya.
Oleh karena itu, ucapnya upaya mengembangbiakan “Andalas” dengan “Ratu” dan “Rosa” adalah sebuah langkah awal dari proes pelestarian badak Sumatera. “Semoga saja Andalas dengan Ratu dan Rosa dapat menghasilkan keturunan, sehingga tidak terjadi kepunahan pada hewan yang dilindungi tersebut,” ujarnya.
Seluruh proses penerimaan badak Sumatera dari AS bernama Andalas itu sampai dengan mengantarkannya ke Way Kambas memakan biaya hingga 70 ribu dollar AS atau sekitar Rp 630 juta yang ditanggung oleh sponsor dan pemerintah. “Semua dana datang dari para pemerhati hewan langka tersebut, dan yang jelas bukan dari cukong,” tambah dia. (Copyright © 2008 ANTARA)

Badak “Andalas” Tiba di Lampung Tengah Malam
21/02/07 08:13 – Bakauheni, Lampung (ANTARA News) – “Andalas”, badak jantan muda kelahiran AS, tiba di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, Rabu (21/2) lewat tengah malam, setelah diterbangkan ke Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, dan melintasi Selat Sunda. Wartawan ANTARA Bandarlampung yang mengikuti secara lansung perjalanan darat rombongan “Andalas” menyaksikan proses kedatangan badak berusia lima tahun yang akan kembali ke habitat aslinya di hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Lampung Timur.
Andalas tiba di Dermaga I Pelabuhan Bakauheni sekitar pukul 02.30 WIB setelah berlayar dari Merak pukul 00.15 WIB. Badak anak dari pasangan badak Sumatera bercula dua (Dicerorhinus sumatrensis) Ipuh dan Emi itu melakukan konvoi menyusuri Jalinsum menuju TNWK.
Namun dalam perjalanan beberapa kali rombongan berhenti di jalan, antara lain untuk melakukan pengecekan di balai karantina hewan Bakauheni melakukan cek data kesehatan dan izin melintas.
Konvoi rombongan Andalas mencapai seratusan meter, di antaranya rombongan wartawan dan pengelola SRS maupun TNWK yang dikawal polisi dalam perjalanan itu. Ternyata badak Andalas juga sempat mengalami kepanasan sehingga harus berhenti untuk disiram air di tubuhnya menggunakan gayung, oleh petugas yang berada di mobil pengangkutnya. “Dia kepanasan dalam perjalanan di kapal tadi,” kata Kepala TNWK, Mega Haryanto pula.   Andalas tiba di TNWK, Rabu pagi, untuk mendapatkan tempat hidup barunya di Suaka Rhino Sumatera (SRS) TNWK sebagai kandang alami seluas sekitar 100 ha, dari luas areal hutan itu secara keseluruhan yang mencapai 130.000-an ha.  (Copyright © 2008 ANTARA)

SATU KAPAL RORO DISEWA ANGKUT BADAK SUMATERA DARI AMERIKA
Cilegon (ANTARA) – Satu unit kapal mesin penumpang (KMP) Roll On Roll Off (Roro) bernama Jatra III milik PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Ferry Indonesia, Tbk disewa khusus untuk mengantarkan badak Sumatera kiriman dari Amerika.
Kapal Jatra III tersebut menyeberangkan badak Sumatera yang akan ditangkarkan di Suaka Rhino Sumatera (SRS) di Way Kambas, Lampung untuk dikembangbiakan, kata Manager Operasional PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Ferry Indonesia Cabang Utama Merak Endin Juhaendi, di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, Rabu. “Satu unit kapal Roro” sengaja disewa pihak Internasional Rhino Foundation (IRF) khusus untuk mengangkut Badak dari Pelabuhan Merak menuju Bakauheni,” katanya kepada ANTARA.
Selain mengantarkan truk pengangkut badak Sumatera yang bernama Andalas tersebut, kapal Jatra III mengangkut rombongan pengantar badak Sumatera yang terdiri dari 29 unit kendaraan roda empat, truk dan bus serta sekitar 100 orang panitia dari berbagai lembaga nasional dan internasional yang peduli terhadap kelangsungan hewan langka tersebut. Menurut Endin, meski satu unit kapal Roro disewa khusus mengantarkan badak Sumatera, namun tidak menghentikan jadwal angkutan penyeberangan kapal Roro di Pelabuhan Merak, karena tidak mengganggu pelayanan penyeberangan penumpang. Badak bercula dua tersebut sengaja diterbangkan dari Amerika pada hari Minggu (18/2) sekitar pukul 18.00 waktu setempat, dan tiba di Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno – Hatta Jakarta, pada hari Selasa (20/2) sekitar pukul 17.35 WIB.
Selanjutnya kendaraan rombongan pengantar Andalas langsung menuju ke Pelabuhan Merak sekitar pukul 22.00 WIB. Sebelum melakukan penyeberangan ke Bakauheni, kendaraan truk pengangkut Andalas mendapatkan pemeriksaan dokumen dan penyemprotan disinfektan anti kuman yang dilakukan oleh petugas dari Stasiun Karantina Hewan (SKH) wilayah Merak, Banten. Akhirnya hewan yang terancam punah dan kendaraan rombongan tersebut pada Rabu dini hari (21/2) sekitar pukul 00.00 WIB memasuki badan kapal yang menempati ruang kapal tempat parkir kendaraan dan bertolak ke Bakauheni.
Adapun rombongan pengantar hewan liar dan langka tersebut terdiri dari Dinas Kehutanan, IRF, Suaka Rhino Sumatera (SRS) dan Stasiun Karantina Hewan (SKH) cabang Soekarno Hatta. Dokter hewan spesialis badak Sumatera dari Institut Pertanian Bogor dr Muhammad Agil yang ikut serta dalam rombongan itu mengatakan, badak termasuk hewan yang sangat peka terhadap penciuman dan pendengarannya, sehingga harus melakukan perjalanan pada malam hari. Untuk akomodasi pakan Andalas, panitia pun membawa kendaraan khusus pengangkut makanan berupa pisang, pepaya, apel, daun beringin, ara lebar dan angsana serta air untuk minum.

22 Feb 2007 – 03:48:40 (Pemerintahan Kota Cilegon www.cilegon.go.id)

Kapal Jatra III Angkut Badak Sumatera dari Amerika 
Cilegon — Kapal mesin penumpang (KMP) Jatra III milik PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Ferry Indonesia disewa khusus menyeberangkan badak bercula dua Sumatera yang dilahirkan di Amerika Serikat (AS).
“Kapal Jatra III tersebut menyeberangkan badak bercula dua Sumatera yang akan dikembangkan di Suaka Rhino Sumatera (SRS) di Way Kambas, Lampung,” ujar Endin Juhaendi, Manajer Operasional PT ASDP Ferry Indonesia Cabang Utama Merak, Rabu (21/2), seraya menambahkan kapal roro disewa pihak International Rhino Foundation (IRF) khusus untuk mengangkut badak dari Pelabuhan Merak menuju Bakauheni.
Selain mengantarkan badak bercula dua bernama Andalas, Kapal Jatra III mengangkut rombongan pengantar yang terdiri dari 29 kendaraan roda empat, truk dan bus serta sekitar 100 panitia dari berbagai lembaga nasional dan internasional.
Menurut Endin, meski satu kapal roro disewa khusus mengantarkan badak sumatera, hal itu tidak mengganggu jadwal penyeberangan penumpang dan kendaraan. Badak bercula dua tersebut sengaja diterbangkan dari Amerika, Minggu (18/2) sekitar pukul 18.00 waktu AS. Tiba di Indonesia di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Selasa (20/2) sekitar pukul 17.35 WIB.
Selanjutnya kendaraan rombongan pengantar Andalas langsung menuju Pelabuhan Merak sekitar pukul 22.00 WIB. Sebelum melakukan penyeberangan ke Bakauheni, truk pengangkut Andalas mendapatkan pemeriksaan dokumen dan penyemprotan disinfektan antiku-man oleh petugas dari Stasiun Karantina Hewan (SKH) wilayah Merak, Banten.
Akhirnya badak bercula dua sumatera yang terancam punah dan kendaraan rombongan tersebut, Rabu (21/2) dini hari sekitar pukul 00.00 memasuki badan kapal yang menempati ruang parkir kendaraan dan bertolak ke Bakauheni. Rombongan pengantar hewan itu terdiri dari Dinas Kehutanan, IRF, Suaka Rhino Sumatera (SRS) dan Stasiun Karantina Hewan (SKH) cabang Soekarno-Hatta.
Di Amerika
Seekor badak turunan badak bercula dua sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dilahirkan dan dibesarkan di salah satu kebun binatang di Amerika. Badak itu diberi nama Andalas. “Rencananya kedatangan Andalas tersebut untuk memprioritaskan program perkembangbiakan badak Sumatera di Strategi Konservasi Badak Indonesia (SKBI) yang berada di Way Kambas, Lampung,” kata Muhammad Agil, dokter hewan spesialis badak sumatera dari Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Institut Pertanian Bogor (IPB) di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten. Program pengembangbiakan tersebut untuk mengatasi ancaman kepunahan populasi hewan badak sumatera di dunia, sehingga dikembangkan program pengembangbiakan badak Sumatera yang dipusatkan di Lampung. Andalas merupakan badak bercula dua yang lahir di Cincinnati Zoo, USA pada 13 September 2001 dari pasangan badak Sumatera jantan bernama Ipuh dan badak Sumatera bernama Emi yang berusia 20 tahun. Selain Andalas, Ipuh dan Emi pun menghasilkan keturunan badak betina pada tahun 2003 yang diberi nama Suci. Menurut Agil, upaya penangkaran badak sumatera dari Indonesia sudah berjalan hampir 20 tahun. Namun, 75 persen badak Sumatera yang dipelihara tidak berhasil berkembang biak. Sebaliknya, banyak badak yang mati karena pengelolaan yang tidak tepat.
Ipuh dan Emi, badak bercula dua sumatera ditangkap di Taman Nasional Kerinci, Bengkulu tahun 1985-1994. Kedua badak ini dibawa ke Kebun Binatang Cincinnati Amerika untuk program penangkaran.
Muhamad Agil mengatakan populasi badak sumatera bercula dua tinggal 150 ekor di Indonesia. Di dunia, jumlahnya 200-300 badak. Dengan alasan terancam punah, program pengembangbiakan badak pun dijalankan. Berdasarkan penelitian, Andalas merupakan keturunan yang berkualitas karena memiliki sperma yang bagus. Badak ini juga diharapkan dapat dikawinkan dengan dua badak sumatera betina muda, yakni Rosa dan Ratu yang sudah berada di penangkaran Suaka Rhino Sumatera (SRS), di Way Kambas, Lampung untuk menambah populasi badak sumatera. (iman nur rosyadi)

www.sinarharapan.co.id

Andalas Pulang Ke Indonesia
21 Februari 2007 Rabu. Badak jantan Sumatra kelahiran Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat, tiba di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten, Selasa (20/2) kemarin. Kedatangan badak bernama Andalas, yang baru berumur lima tahun tersebut disambut Menteri Kehutanan Malam Sambat (MS) Ka’ban. Saat Andalas diturunkan dari peti khusus, kondisinya terlihat lelah dan lapar. Menhut langsung memberinya makanan, berupa daun segar.
Badak Sumatra ini selanjutnya dibawa ke Suaka Rhino Sumatera (SRS) di Way Kambas, Lampung. Di Way Kambas, Andalas sudah ditunggu dua badak Sumatra betina sebayanya, bernama Rosa dan Ratu. Kedua badak betina tersebut akan dikawinkan dengan Andalas. Perkawinan Andalas dengan dua badak Sumatra Betina itu diharapkan dapat menambah populasi jumlah badak Sumatra yang semakin menipis.
Menhut mengatakan perkawinan tersebut akan menjadi tantangan bagi pengelola suaka margasatwa untuk melestarikan satwa langka di Indonesia. Andalas dilahirkan dari pasangan badak Sumatra bernama Emi dan Ipuh di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, pada 2001.

www.perempuan.com

INDONESIA MENERIMA SEEKOR BADAK JANTAN DARI AS
19-02-2007 – Indonesia akan menerima kedatangan seekor badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dari AS pada tanggal 20/02/2007. Badak jantan yang masih remaja berumur 5 tahun ini bernama Andalas, untuk mendorong pemerintah Indonesia khususnya Suaka Rhino Sumatra (SRS) untuk dapat mengembangbiakkan badak Sumatera dalam sebuah penangkaran (semi ex-situ). Andalas yang dalam kondisi sehat dan siap kawin nantinya akan dipasangkan dengan badak Sumatera betina yang masih muda yaitu Rosa dan Ratu yang sudah lebih dahulu menghuni SRS.
Kepulangan Andalas ke Indonesia seperti halnya dengan translokasi badak Sumatera betina, Rosa dan Ratu, merupakan salah satu kegiatan yang diprioritaskan dalam Strategi Konservasi Badak Indonesia (SKBI) yang telah direvisi bulan Februari 2005. Dalam SKBI terdapat butir-butir yang menyebutkan bahwa Prioritas Kegiatan untuk periode tahun 2006-2010 untuk badak Sumatera adalah program pengembangbiakan badak Sumatera di SRS Lampung dengan mendatangkan 2-3 ekor badak Sumatera dari habitat aslinya dan 1 ekor lagi badak Sumatera dari penangkaran di luar negeri.
Andalas adalah badak Sumatera pertama yang berhasil dilahirkan dari perkawinan di dalam penangkaran (ex-situ). Andalas lahir pada tanggal 13 September 2001 di Cincinnati Zoo, USA, dari pasangan badak Sumatera betina bernama Emi dan badak Sumatera jantan bernama Ipuh. Pada tahun 2003, kedua pasangan badak ini juga menghasilkan keturunan bayi badak Sumatera betina yang kemudian diberi nama Suci. Kedua pasangan badak ini, Ipuh dan Emi, merupakan badak Sumatera hasil tangkapan dari kawasan Bengkulu sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat melalui program penangkapan (capture program) dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Sumatran Rhino Trust (SRT) periode tahun 1980-1994. Program penangkapan tersebut ditujukan untuk menyelamatkan badak Sumatera yang terdesak (doomed) akibat habitat yang makin menyempit dan perburuan.
Ipuh ditangkap tahun 1990 dan pada saat itu berumur kira-kira 20 tahun-an, sedang kan Emi ditangkap tahun 1991 dan berumur kurang lebih 8 tahun. Kedua badak ini dikirim ke Cincinnati Zoo, USA, karena Cincinnati Zoo berhasil melakukan breeding pada spesies badak lain.
Upaya penangkaran badak Sumatera dari Indonesia telah berjalan selama 20 tahun. Namun 75% badak Sumatera yang dipelihara di kebun-kebun binatang tersebut mati karena pengelolaan yang kurang tepat selama kurun waktu 1985-1997. Upaya penangkaran badak Sumatera kini hanya ada di Suaka Rhino Sumatera (SRS) di Way Kambas, Lampung. SRS selesai dibangun tahun 1997 dengan luas kawasan sekitar 100 ha yang merupakan habitat alami badak Sumatera.
Tahun 1998 SRS sudah dihuni oleh tiga badak Sumatera, yaitu Bina (betina, 15 tahun), Dusun (betina, 17 tahun), dan Torgamba (jantan, 20 tahun).
Namun pada tanggal 7 Februari 2001 Dusun mati karena sakit kronis dan faktor ketuaan (usia).
Sejak dibangunnya SRS sampai dengan sekarang, SRS belum berhasil melaksanakan breeding pada Bina. Hal tersebut disebabkan beberapa asumsi seperti usia kedua badak Sumatera, Bina dan Torgamba, sudah sangat tua; hasil pemeriksaan laboratorium juga menunjukkan bahwa sel sperma Torgamba sangat sedikit dan lemah sehingga kemungkinan untuk membuahi juga kecil.
Rencananya Andalas yang sehat dan siap kawin akan dipasangkan dengan Badak Sumatera betina muda Rosa dan Ratu yang telah lebih dahulu menghuni SRS. Rosa adalah badak Sumatera betina berumur kurang lebih 5 tahun yang berasal dari hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Badak betina ini pertama kali ditemukan pada bulan Mei 2004 kemudian kerap muncul di jalan tembus antara Sukaraja-Pemerihan, Lampung. Pemantauan oleh Rhino Protection Unit (RPU) yang dilakukan selama tahun 2005 menunjukkan bahwa Rosa sering keluar hutan dan berada di kebun
masyarakat juga tidak takut didekati oleh manusia. Perilaku badak yang tidak biasa tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi semua pihak. Oleh karena itu dilakukanlah usaha penyelamatan badak Rosa sehingga Rosa berhasil dipindahkan ke SRS pada tanggal 26 Nopember 2005.
Ratu, seperti halnya Rosa, adalah badak Sumatera betina berumur kurang lebih 6 tahun berasal dari hutan Taman Nasional Way Kambas. Namun Ratu bukan badak yang jinak. Ratu ditemukan di tengah perkampungan dan lahan pertanian penduduk karena takut kehadiran manusia. Selama kurang lebih 5 jam berlari-larian di tengah perkampungan, lahan pertanian, jalan raya beraspal atau berbatu dalam kondisi cuaca yang panas. Walaupun beberapa kali sempat masuk rawa, kolam di halaman rumah dan sungai-sungai kecil Ratu sempat berlari sejauh kurang lebih 20 kilometer.
Ratu akhirnya berhenti berlari karena kehabisan tenaga di pinggir sungai kecil di kecamatan Labuhan Ratu (4 km dari batas kawasan TNWK). Pada hari itu juga, yaitu tanggal 26 September 2005, Ratu berhasil dipindahkan ke SRS. (REPUBLIK INDONESIA  www.indonesia.go.id)

DEPHUT DATANGKAN ANDALAS DARI AS
Jakarta, 19/2/2007 (Kominfo-Newsroom) – Departemen Kehutanan akan mendatangkan seekor badak Sumatera jantan bernama Andalas dari Amerika Serikat untuk dikawinkan dengan dua badak betina di pusat penangkaran badak Taman Nasional Way Kambas, Lampung.
“Kepulangan Andalas adalah salah satu kegiatan prioritas dalam strategi konservasi badak Indonesia atau SKBI yang telah direvisi pada 2005 lalu,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, Ir. Arman Mallolongan saat jumpa pers, Senin (19/2) di Jakarta.
Dalam SKBI terdapat butir yang menyebutkan bahwa prioritas kegiatan ini untuk periode 2006 hingga 2010 bahwa pengembang-biakkan badak Sumatera di Suaka Rhino Sumatera (SRS) Lampung didorong dengan mendatangkan dua hingga tiga ekor badak dari habitat aslinya dan satu ekor badak hasil penangkaran di luar negeri. “Andalas merupakan badak Sumatera pertama yang berhasil lahir dari perkawinan dalam penangkaran,” ujar Arman.
Upaya penangkaran badak Sumatera di beberapa kebun binatang di luar negeri dikatakan Arman merupakan program yang ditujukan untuk menyelamatkan badak Sumatera dari kepunahan dan habitatnya yang makin menyempit karena berbagai hal.
Sebelum mendatangkan Andalas, pemerintah Indonesia beberapa tahun lalu telah melakukan penangkaran badak Sumatera di TN. Way Kambas dengan pejantan bernama Torgamba dan betina bernama Bina.
Namun hingga kini belum mendapatkan hasil akibat beberapa faktor, diantaranya adalah pemeriksaan medis yang menyatakan kemandulan Torgamba, disamping usianya yang memang sudah tua.
Dengan kedatangan Andalas, TN. Way Kambas kini mempunyai lima badak Sumatera lain, yaitu Torgamba, Bina serta dua betina muda bernama Rosa dan Ratu yang diharapkan bisa di kawinkan dengan Andalas. Pada kesempatan yang sama Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Dephut, Ir. Adi Susmiyanto mengatakan bahwa berbagai upaya penyelamatan badak Sumatera sejak tahun 1980 telah dilakukan Dephut, salah satunya adalah proses penangkaran.
“Namun hanya sedikit yang berhasil dan salah satunya adalah Chincinnati Zoo di Amerika,” ujarnya. Dephut mengirim dua badak Sumatera bernama Ipuh dan Emi ke kebun binatang tersebut sekitar 10 tahun lalu, karena sebelumnya Chincinnati Zoo juga telah berhasil melakukan penangkaran badak dan hewan spesis lainnya. Hasilnya adalah Andalas lahir pada tahun 2001 dan tahun 2003 Ipuh dan Emi juga melahirkan seekor badak betina bernama Suci.
“Hanya Andalas yang kami datangkan karena memang kami hanya membutuhkan pejantan untuk dua betina di Way Kambas,” lanjut Adi.
Badak Sumatera bersama dengan badak Jawa telah ditetapkan sebagai hewan yang paling terancam punah dengan habitat yang tersisa hanya sekitar 200 ekor, sedangkan badak Jawa tinggal sekitar 63 ekor yang berada di alam bebas di TN Way Kambas dan Ujung Kulon.
Andalas sendiri menurut rencana akan tiba di bandara Soekarno-Hatta dari Amerika Serikat sekitar pk.16.00 WIB, Selasa (20/2) dengan menggunakan pesawat komersial dan akan diterima oleh Menhut sebelum dibawa menuju TN. Way Kambas Lampung. (T.Tr/id/b)

Departemen Komunikasi Dan Informatika, Badan Informasi Publik –  www.kominfo.go.id       

Badak Jantan ‘Mudik’ Badak Betina Dikirim ke AS
KEMKOKESRA-OL, 21 Februari:  Pengembalian badak Sumatera jantan bernama Andalas dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia rencananya akan diikuti dengan pengiriman badak sumatera betina bernama Bina ke Cincinnati, AS. Pengiriman itu akan dilakukan apabila dalam waktu satu tahun setelah kedatangannya Andalas tidak ada kehamilan pada Bina.
Demikian dikatakan Sekretaris Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan Adi Susmiyanto dalam acara pelepasan Andalas ke habitat asli di Suaka Rhino Sumatera di Taman Nasional Way Kambas (SRS TNWK), Rabu (21/2). Adi mengatakan, di SRS TNWK saat ini terdapat tiga badak betina dan satu badak jantan.
Namun, hingga saat ini belum juga terjadi kehamilan pada badak-badak betina di SRS TNWK. Dikembalikannya Andalas yang merupakan hasil perkawinan antara Ipuh dan Emmy, dua badak Sumatera yang dibawa ke Amerika Serikat pada kurun waktu 1990-an, menjadi harapan supaya mampu mengawini dan membuat badak betina di SRS TNWK hamil.
M. Agil, Veterinary Advisor SRS TNWK pada kesempatan yang sama mengatakan, kembalinya Andalas ke Indonesia atau ke habitat aslinya, diharapkan bisa membuat dua badak sumatera betina bernama Bina dan Rosa di SRS TNWK segera bunting. Itu karena dari satu satunya badak sumatera jantan di SRS TNWK, sejak 1998 hingga saat ini belum terjadi kehamilan pada badak betina di SRS.
Menurut Agil, salah satu yang paling mungkin segera hamil adalah Bina, badak betina berusia 24 tahun. Sesuai hasil pemeriksaan darah, sel darah Andalas mengandung testosteron yang cukup tinggi yang berpotensi membuat badak betina bisa hamil apabila terjadi perkawinan.
Adi menambahkan, wacana pengiriman Bina ke AS sudah dibicarakan bersama Global Management Propagation Board (GMPB) sewaktu membicarakan pengembalian. GMPB merupakan pihak-pihak terkait dalam proses pengembalian Andalas ke Indonesia, diantaranya seperti Direktorat PHKA Departemen Kehutanan, International Rhino Foundation (IRF), Yayasan Badak Indonesia, dan SRS.
Apabila dalam waktu satu tahun setelah kedatangan Andalas belum juga ada kehamilan pada badak betina di SRS, kata Adi, kemungkinan Bina akan segera dikirim. ”Kita tidak bisa menunggu lagi Torgamba bisa membuktikan mampu membuat badak betina hamil, terlalu lama bagi Bina.
Namun masih ada harapan bagi Rosa dengan datangnya Andalas,” kata Adi.
Agil mengatakan, kembalinya Andalas yang lahir pada 13 September 2001 di Kebun Binatang Cincinnati, AS, ke Indonesia, merupakan upaya yang cukup lama dan bernilai politis. ”Mana ada satwa langka kita yang sudah dibawa ke luar negeri bisa diminta kembali,” katanya.
Nico van Strien, IRF Asia Coordinator mengatakan, Andalas sendiri tiba di SRS TNWK pada Rabu (21/2) pagi pukul 07.00 setelah menempuh perjalanan 62 jam dari Kebun Binatang Los Angeles, AS ke Indonesia. Perjalanan dari Los Angeles menuju Bandar Udara Soekarno Hatta, Jakarta ditempuh dengan pesawat.
Setelah diterima Menteri Kehutanan pada Selasa (20/2) pukul 19.00, Andalas langsung dibawa ke SRS TNWK melalui jalan darat. Saat ini Andalas masih menjalani masa karantina selama 30 hari supaya ia bisa beradaptasi dengan lingkungan, terutama dengan penyakit-penyakit ataupun parasit asli hutan tropis yang tidak pernah ia temui selama lima tahun tinggal di Kebun Binatang Los Angeles. 
(kcm/broto) 
www.menkokesra.go.id      

Andalas Mulai Beradaptasi di SRS TNWK
BANDARLAMPUNG-MIOL: Andalas, badak Sumatera bercula dua (Dicerorhinus sumatrensis) yang dipulangkan dari kebun binatang AS dan telah berada di penangkaran di hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Kabupaten Lampung Timur sejak Rabu (21/2), mulai beradaptasi.
Informasi dari pengelola Suaka Rhino Sumatera/Sumatera Rhino Sanctuary (SRS) pusat penangkaran badak Sumatera di Way Kambas-Lampung Timur, Sabtu, menyebutkan, proses adaptasi dan penyesuaian diri Andalas pada habitat hutan alami itu terus berlangsung.
Andalas sampai hari ke-5 pada Minggu masih berada di kandang sementara di SRS TNWK yang diselubungi kelambu sekelilingnya.
Namun menurut Site Manager SRS TNWK, drh. Marcellus Adi CTR, sampai saat ini Andalas sudah normal makannya walaupun belum banyak seperti biasa di tempat hidup lamanya di kebun binatang Los Angeles maupun Cincinnati. “Paling banyak makannya setiap hari sekitar 15 Kg dedaunan dan makanan lainnya,” ujar Marcellus pula.
Kendati begitu, secara umum kondisi badak jantan muda 5,5 tahun yang dilahirkan dari induknya badak asal Bengkulu, Emi dan Ipuh, di Cincinnati Zoo-AS, sudah tidak mengalami stres lagi akibat perjalanan panjang selama 62 jam ke Indonesia/Lampung dari AS.
“Paling tidak kondisi itu nampak dari kaki belakangnya yang sudah tidak kaku dan pada hari kedua, Kamis (22/2) lalu, badak itu sudah bisa lari-lari dan membuat kubangan di tempat hidupnya yang baru,” cetus Marcellus pula.
Hasil pengamatan selama tiga hari menunjukkan bahwa Andalas sangat menikmati berkubang.
Pengecekan kondisi defekasinya normal dan hasil analisa sampel darah juga baik.
Menurut dia, semula sejak berada di SRS TNWK proses urinasi (pengeluaran air kencingnya) belum teramati, sehingga sempat membuat pihak SRS TNWK agak khawatir.
Walaupun menurut pengasuhnya (keeper) yang dibawa dari AS, Steve Romo, memang selama di AS, Andalas tidak terlalu sering kencing. Tapi akhirnya urinasi bisa normal sampa 10 liter pada malam ke-2 di SRS itu. Ternyata selama dalam perjalanan di dalam kandang angkut, Andalas juga terlihat sering menggosok-gosok kepala ke dinding kandang, sehingga sempat terjadi gangguan di mata dengan keluar discharge.
“Kelainan pada mata itu langsung diobati dengan salep mata, dan sekarang sudah sembuh,” kata Marcellus menjelaskan. Kondisi berat badan Andalas juga terlihat agak turun sekarang mencapai 665 Kg. Berat badan ini dinilai masih dalam batas normal.
Begitupula luka-luka yang dialami akibat pergerakan selama perjalanan udara dan darat di dalam kandang, diantaranya tulang ekor belakang yang sedikit cedera karena benturan dengan kandangnya, sudah diobati dan tidak menjadi lebih parah lagi. Para dokter hewan dan pengasuh badak itu di SRS TNWK itu juga mulai menyiapkan Andalas untuk terbiasa dengan hewan parasit hutan, seperti caplak (kutu besar). Setidaknya telah dibiasakan adanya caplak sebanyak tiga ekor di sekitar Andalas sejak hari kedua sebagai bagian dari proses adaptasi hidup di hutan. “Hingga hari ini belum terlihat adanya pengaruh keberadaan caplak itu, walaupun masih terus kami monitor,” kata Marcellus lagi.
Evaluasi SRS TNWK menunjukkan proses adaptasi Andalas itu telah berlangsung dengan baik, sehingga mereka optimistis kehadiran Andalas benar-benar dapat mendukung program penangkaran dan penyelamatan satwa langka dilindungi di dunia yang terancam punah itu.
Andalas diharapkan menjadi pejantan baru bagi badak betina di SRS TNWK (tiga ekor badak betina penghuni SRS, Bina, Ratu, dan Rosa), menyusul kemampuan membuahi satu-satunya badak jantan di sana, Torgamba, ternyata kurang bagus. (Ant/OL-06)

www.media-indonesia.com   

Welcome Home, Andalas
Badak jantan ini akan dikawinkan dengan tiga badak betina hasil penangkaran. Kabar pulangnya Badak Sumatra ke kampung halamannya dari kebun binatang di Cincinnati Amerika Serikat adalah kabar gembira mengingat banyak sekali binatang langka di Indonesia yang hampir punah. Badak Sumatra hanya salah satu di antaranya. Hewan yang terkenal pemalu ini terancam punah di bumi menyusul perburuan besar-besaran dan juga pembalakan hutan selama 25 tahun terakhir.
Badak Kerbau atau juga dikenali sebagai Badak Sumbu Sumatra atau Sumatran Rhinoceros ialah spesies badak yang terkecil di dunia serta merupakan salah satu hewan yang dilindungi. Hewan jenis ini terdapat di kaki gunung Himalaya hingga ke Myanmar, Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Para ilmuwan memperkirakan bahwa jenis ini mungkin merupakan nenek moyang semua jenis badak lain di dunia.
Badak Sumatra atau biasa juga disebut Badak Kerbau adalah hewan mamalia yang biasanya hidup sendirian dalam habitat yang lembab dan teduh. Hewan herbivora ini memakan pucuk dan daun-daun muda tertentu. Badak ini sering berkubang untuk menyejukkan badan, menghindarkan diri dari penyakit. Namun jika badak kerbau ini terlalu lama di bawah cahaya matahari, kulitnya akan menipis dan matanya akan rusak.
Hewan ini memiliki beberapa ciri yakni kulitnya berwarna coklat kemerahan di antaranya tertutup rambut panjang (jarang hingga kadang cukup lebat). Selain itu, terdapat kisut di sekitar mata. Panjang cula depan biasanya 25-80 cm, sementara cula belakang biasanya cukup kecil biasanya sekitar 10 cm.
Pada masa bayi, badak mempunyai rambut penutup yang lebat yang berubah warnanya menjadi coklat kemerahan sewaktu memasuki usia muda dan menjadi jarang. Memasuki usia tua, rambut menjadi kaku dan warnanya hampir hitam. Panjang tubuh badak biasanya antara dua hingga dua setengah meter dan biasanya tingginya antara 1 hingga 1,5 m. Berat seekor badak Sumatera dewasa antara 530 kilogram hingga 750 kilogram.
Ketinggian bahunya yakni 1,2 meter. Kulit hewan yang bernama ilmiah Dicerorhinus Sumatrensis ini kasar, tebal, berlipat-lipat dan berwarna kekelabuan. Ketebalan kulitnya antara 5 milimeter hingga 14 milimeter.
Berbeda dengan badak Jawa, hewan mamalia ini memiliki dua cula. Salah satu culanya sangat kecil sehingga hampir tidak terlihat. Badak ini hanya memiliki satu lipatan kulit, berbeda dengan badak Jawa yang mempunyai tiga lipatan kulit. Biasanya, tanduk badak dan kulitnya menjadi sasaran perburuan.
Tanduk badak bisa dijadikan obat tradisional untuk mengurangi demam, menyusutkan tumor dan menyembuhkan patah atau retak tulang. Menurut praktisi obat tradisional Cina, sebenarnya tanduk rusa atau tanduk kerbau akan lebih efektif.
Badak kerbau sudah dinyatakan sebagai hewan paling terancam punah bersama 12 hewan lainnya oleh International Conservation of Nature and Natural Resources. Selain itu, dalam The Asian Rhino Specialist Group Conference 1987, subspesies Harrisoni (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni) yang hanya terdapat di Borneo dinyatakan sebagai sub spesies paling terancam. Pasalnya hanya terdapat 30 hingga 50 ekor badak sub spesies di pantai timur Sabah.
Di Taman Nasional Kerinci Seblat, populasi badak diperkirakan mencapai 300 ekor pada 1970-an dan pada awal 1990-an hanya tersisa beberapa ekor saja.
Sekarang badak dilindungi oleh jagawana khusus yang melakukan patroli terus menerus. Namun untuk mengembalikan populasinya diperlukan waktu beberapa abad.
Menurut Direktur Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, populasi Badak Sumatra di alam secara pasti belum diketahui. Karena hingga kini belum ada penelitian. Pada 1990 an populasinya mencapai 200 ekor tersebar di Sumatra. Pada 1980-1984, sejumlah badak ditangkap untuk dikembangbiakkan di tempat konservasi.
Hewan ini, kata Tony, sangat pemalu.
Karena itu, jarang orang yang bisa bertemu langsung dengannya. Badak Sumatra bisa dilihat dari jejak kakinya. ”Tahun kemarin saya ke Taman Nasional Bukit Barisan. Di sana masih ada jejak kaki Badak Sumatera, itu berarti masih ada populasinya,” cetus dia. Namun dengan rusaknya hutan dan kejadian lainnya, populasinya akan berkurang. Yang bisa diketahui sekarang adalah populasinya di penangkaran. Datangnya Badak Sumatera dari Amerika akan mengawini tiga betina di penangkaran dan direncanakan akan disambut di Jakarta, Bogor dan Lampung.
Tak berlebihan rasanya jika kedatangan Andalas disambut suka cita.
Tiga badak betina di hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur telah menunggu calon pejantan ini kembali dari Amerika agar bisa menghasilkan keturunan binatang yang hampir punah itu.
Andalas akan tiba Selasa dari Los Angeles AS. Setelah diserah terimakan kepada Menteri Kehutanan MS Kaban dari pengelola kebun binatang LA Zoo, badak bercula dua itu akan dibawa melalui jalan darat menuju Lampung dengan menyeberangi Selat Sunda.
Setelah melalui proses adaptasi dan pengecekan kondisi kesehatannya di TNWK, ‘Andalas’ akan ditempatkan pada kandang alami Suaka Rhino Sumatera (SRS/Sumatera Rhino Sanctuary) seluas 100-an ha di dalam hutan TNWK di Lampung Timur itu.
Di situ telah menunggu tiga badak betina yang bernama Rosa, Bina, dan Ratu. Sebetulnya ada juga satu badak jantan tapi dinilai telah cukup tua usianya.
Menurut Site Manager SRS TNWK, Drh Marcellus Adi CTR, kedatangan ‘Andalas’ merupakan bagian program global penyelamatan spesies badak Sumatera yang didukung sejumlah lembaga internasional. ”Jadi status badak `Andalas` itu adalah dikembalikan menjadi milik Indonesia, tapi tetap dalam bagian “Global Management Propagation Program“, antara lain disponsori International Rhino Foundation (IRF) dan Yayasan Mitra Rhino (YMR) di Indonesia,” ujar Marcellus lagi. Antara.

www.republika.co.id

Welcome Andalas!
Jum’at, 23 Pebruari 2007 | 00:55 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:“Andalas baru saja menempuh perjalanan yang sangat membosankan dan melelahkan. Sekarang ia sedang istirahat total,” kata Marcellus Adi CTR, manajer di Suaka Rhino Sumatra Way Kambas, kemarin.
Andalas adalah seekor badak jantan muda dan sejatinya gagah berbobot sekitar 680 kilogram. Lahir dari pasangan induknya asli Sumatera lima tahun lalu di Kebun Binatang Cincinnati, Andalas kembali lagi ke Indonesia dalam sebuah sangkar besi sempit.
Andalas mengusung misi mulia, membantu upaya pemulihan populasi jenisnya di tanah leluhurnya. “Andalas bukan hanya milik Amerika atau Indonesia, tapi dunia,” begitu kata Susie Ellis, Direktur Eksekutif International Rhino Foundation yang mensponsori pemindahan Andalas.
Andalas adalah bayi badak pertama yang sukses lahir di luar habitat liarnya sepanjang 112 tahun terakhir. Orang tuanya, Ipuh dan Emi, adalah dua dari empat ekor badak yang berhasil bertahan hidup dari program penangkapan Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Sumatran Rhino Trust 1980-1994 lalu.
Saat itu terkumpul belasan badak sumatra liar yang sejatinya akan dikembangbiakkan secara ex-situ demi mengangkat statusnya agar tidak lagi paling langka diantara keluarga badak. Sayang, beberapa ekor langsung terbukti tidak bisa hidup di luar habitat aslinya, dan kini hanya tersisa Ipuh dan Emi (keduanya di Cincinnati), Torgamba (berusia sekitar 26 tahun, sempat di Inggris tapi sudah berada di Way Kambas), dan Bina (20-an tahun, sempat di Taman Safari Indonesia, sudah di Way Kambas).
Saat ini, selain Torgamba yang sudah tergolong uzur dan Bina yang sepantaran induk Andalas di Amerika, SRS Way Kambas juga mengoleksi dua badak betina belia liar. Keduanya, Ratu dan Rosa, dipersiapkan menjadi lawan ‘main’ Andalas.
Andalas diharapkan sama tangguhnya sebagai pejantan seperti bapaknya di Amerika. Berbeda dengan Torgamba di Lampung, Ipuh memiliki kualitas sperma yang lebih bagus. Kalau Torgamba tak kunjung berhasil membuat Bina bunting sejak 10 tahun lalu, Emi—ibu Andalas—total telah menjalani proses persalinan tiga kali: anak pertama keguguran, sedang adik Andalas, diberi nama Suci, berusia dua tahun. Bahkan, Maret nanti, kalau semuanya lancar, Andalas bakal punya adik lagi.
Andalas sendiri menurut Marcellus mengungkapkan, sudah cukup matang, ditandai dengan sudah mengalami ereksi penuh. “Enam bulan lagi ia akan siap bercumbu,” katanya. Dua dokter hewan dari Kebun Binatang Los Angeles yang selama ini merawat Andalas sejak Suci lahir akan ikut menemaninya selama sebulan ke depan.
Sambil menunggu, Marcellus dan kawan-kawannya di SRS Way Kambas akan memulihkan kondisi Andalas. Secara perlahan mereka juga akan memperkenalkan habitat liar. “Selama ini kan Andalas tidak mengenal lalat kebo (penghisap darah ternak), berbagai jenis kutu, atau parasit lainnya,” katanya.
Pada akhirnya, Marcellus mengajak menunggu sampai tahun depan untuk membuktikan kejantanan Andalas. “Apakah perkawinan benar-benar akan terjadi atau siapakah yang bunting duluan, Rosa atau Ratu,” kata dokter hewan itu. (wuragil)

www.tempointeraktif.com

BADAK SUMATRA KELAHIRAN AMERIKA TIBA TANAH KELAHIRAN NEKEK MOYANGNYA, SUMATERA
Rabu,2007-02-21, 10:58:52 WIB – Lampung, Cakrabuananews.com – Badak Sumatrera pertama yang lahir di kebun binatang Amerika dalam lebih dari seratus tahun ini telah tiba di tanah tumpah darahnya nenek moyangnya di Sumatera untuk ikut dalam program penangkaran mancanegara.
Badak jantan muda yang diberi nama “Andalas” kelahiran Amerika itu tiba di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, Rabu (21/2) lewat tengah malam, setelah tiba dari Bandara Soekarno Hatta, dan diseberangkan menggunakan kapal Fery.
Selanjutnya akan dibawa ke taman nasional Way kambas (TNWK) lampung untuk dikawinkan dengan dua badak beteina lainnya yang telah menanti kedatangannya.
Andalas tiba di TNWK, Rabu pagi, untuk mendapatkan tempat hidup barunya di Suaka Rhino Sumatera (SRS) TNWK sebagai kandang alami seluas sekitar 100 ha, dari luas areal hutan itu secara keseluruhan yang mencapai 130.000-an ha.
Diharapkan program pembiakan ini dapat kiranya ikut menyelamatkan keberadaan badak dari kepunahan.
Dewasa ini terdapat 300 ekor badak Sumatera yang cirri-ciri khasnya adalah berbulu dan ukuran tubuh yang kecil yang masih hidup liar di Sumatera. Badak Sumatera adalah salah satu jis binatang yang paling terancam kepunahan.

www.Cakrabuananews.com  

 Ahli Badak Optimis “Andalas” Produktif
Way Kambas, 22 Pebruari 2007 15:36
Ahli badak dunia, Nico Van Strien, Koordinator International Rhino Foundation di Asia, yang ikut mengantar kepulangan badak “Andalas” dari kebun binatang Los Angeles, AS, ke Suaka Rhino Sumatera (SRS) di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), optimis badak jantan muda itu produktif.
“Ya, saya optimis Andalas itu akan sehat dan produktif, sehingga bisa segera membuahi dan membuat hamil beberapa badak betina di SRS TNWK ini,” kata Nico di Way Kambas-Lampung Timur–ratusan km dari Bandarlampung–usai menyaksikan masuknya Andalas ke dalam kandang sementara di SRS TNWK di Way Kambas, Rabu (21/2).
Dia menilai, kondisi Andalas yang usianya masih muda (5,5 tahun) itu akan memungkinkan untuk cepat beradaptasi, diperkirakan perlu waktu adaptasi antara 3–6 bulan di tempat hidupnya yang baru.
“Setelah adaptasi itu berjalan, Andalas bisa dilepaskan ke kandang besar di sini,” kata Nico pula.
Di SRS TNWK seluas 100-an ha yang di sekelilingnya dipagari dengan kawat dan setrum listrik–dari areal pencadangan untuk penangkaran badak 1.000 ha (total areal TNWK sekitar 130.000 ha) –masing-masing badak di sana memiliki kandang besar alami 10–20 ha.
Pada saat tertentu badak jantan dan betina akan dipertemukan ketika masa kawin.
Badak di SRS TNWK saat ini sebanyak lima ekor, selain Andalas, badak terdahulu di sana adalah Torgamba (badak jantan) dengan tiga badak betina (Ratu, Rosa, dan Bina). Namun Torgamba kurang produktif dan belum berhasil membuahi badak-badak betina di sana, kendati telah terjadi puluhan kali perkawinan tapi tidak terjadi pembuahan. Menurut Nico Van Strien, setelah melalui masa adaptasi dan dilepas ke kandang alami besar, Andalas akan segera dikenalkan dengan badak betina di sana.
“Saya optimis, kalau semuanya berjalan lancar, dalam waktu sekitar dua tahun saja sudah ada satu atau dua ekor badak betina di SRS ini yang hamil karena dibuahi Andalas,” kata Nico.
Dia berpendapat, badak yang layak hidup di SRS tersebut maksimal sekitar 10 ekor.
Kalau populasi telah lebih 10 ekor, perlu dibuatkan fasilitas kandang alami serupa SRS itu di tempat lain di hutan di Sumatera yang bukan di TNWK.
Nico menyatakan pula, setelah jumlah populasi badak hasil penangkaran mencapai 20-an ekor yang juga telah dinilai stabil dan aman, dapat diprogramkan pengembalian badak-badak itu ke habitat aslinya yang dianggap masih aman.
“Jadi badak-badak hasil penangkaran itu akan dilepas lagi ke alamnya, sehingga tidak ada lagi penangkapan badak liar untuk pembiakannya,” ujar Nico.
Penangkapan badak liar dari alam, lanjut Nico, masih diperlukan hanya untuk pemurnian genetik dan peningkatan genetik viability.
“Saya yakin Andalas ini produktif dan tidak bermasalah sehingga dapat segera membuahi, paling sedikit bisa menghasilkan sepuluhan ekor anak badak sumatera,” ujar Nico. Keyakinan itu, menurut dia, setelah mengetahui hasil pengecekan kadar hormon testoteron Andalas yang cukup tinggi.
Pemulangan badak Andalas yang menghabiskan biaya ratusan juta rupiah itu, dilakukan diantaranya untuk mengatasi kesulitan badak jantan Torgamba di SRS TNWK yang hingga kini belum berhasil membuahi dan menghamili badak betina di sana. Diharapkan kehadiran Andalas akan benar-benar menjadi “pejantan tangguh” bagi para badak betina di SRS TNWK yang dalam saktu tidak lama lagi akan hamil dan bisa melahirkan anak badak sumatera pada habitat aslinya tersebut, untuk pembiakan dan penyelamatan badak di dunia. [TMA, Ant]

GATRA Printed Edition http://www.gatra.com/2007-02-22/versi_cetak.php?id=102401

 

Andalas di SD Rajabasa I

Posted in Ragam on March 2, 2008 by Dedi Candra

Dedi Candra
1
Maret 2007pict6098.jpgKedatangan badak “Bule” Andalas ke Indonesia khususnya ke Taman Nasional Way kambas menarik perhatian banyak pihak. Berbagai kegiatan dilaksanakan untuk menyambut kedatangan Andalas, seperti kegiatan pameran dan promosi badak Indonesia di Botanic Square Bogor, penyambutan Andalas oleh Menteri Kehutanan di Bandara Soekarno Hatta, sementara di Way Kambas sendiri diadakan penyadartahuan dan pengenalan badak sumatera khususnya Andalas ke murid-murid sekolas dasar disekitar kawasan. Kegiatan dimulai tanggal 1 Maret 2007, kali ini SD Rajabasa I menjadi sasaran, disana diadakan pemutaran video, menampilkan gambar badak dan tentu saja “Reog Badak” sang maskot SRS. Rangkaian kegiatan selanjutnya adalah lomba menggambar Badak Sumatera “ Andalas” yang diprakarsai DR. Robin WR dari IRF dan SRS. Beberapa hari kemudian gambar yang dibuat diambil dan dilakukan penilaian, untuk memotivasi para murid SD diberikan hadiah-hadiah yang menarik. Luar biasa antusias peserta, bahkan seluruh murid dari kelas III sampai kelas IV mengikuti perlombaan ini. Para pemenang lomba adalah:
Kelas III juara 1 Aditya, Juara II Adityas
Kelas IV juara 1 Sri Lestari, Juara II Eko Prasetyo
Kelas V juara 1 Rodfiif Amar, Juara II Cucu Rumanti
Kelas VI juara 1 Khusnul Khotimah, Juara II Nur Aini
Gambar terbaik Sri Lea
stari
Gambar terlucu Surratinem
Menurut guru-guru yang selalu mendampingi, kegiatan seperti ini banyak nilai positifnya bagi murid-murid dan sekolah sangat mendukung dan mengucapkan terima kasih.
(Warta konservasi edisi V Maret 2007)

Happy Birthday Andalas

Posted in Andalas, Rhino on March 2, 2008 by Dedi Candra

13 September 2pict2105.jpg001, di Cincinnati Zoo Amerika Serikat lahir seekor bayi badak sumatera yang sehat dan lucu, badak kecil ini diberi nama Andalas. Kelahirannya merupakan sepercik harapan bagi kehidupan spesies ini dimasa yang akan datang dan merupakan tonggak sejarah konservasi badak sumatera, karena sekitar 100 tahun lalu orang sudah memelihara badak sumatera baru kali ini berhasil lahir di captive (kandang penangkaran buatan). Dengan hanya sekitar 300 ekor yang bertahan hidup di alam liar dan 10 ekor di captive, badak sumatera benar-benar spesies yang sedang dalam keadaaan kritis dan terancam, saat ini badak sumatera merupakan salah satu dari mamalia besar yang hampir punah didunia.  Walaupun seekor anak badak tidak akan menyelamatkan spesies ini, kelahiran Andalas telah didengungkan sebagai bagian yang penting pada zaman ini (Alm Dr. Tom Foose – IRF), karena akhirnya membuktikan dapat menyibak misteri tentang perkembangbiakan spesies ini di captive.
13 September 2007, Andalas kecil kini sudah besar dan tempatnya pun sudah pindah ke Taman Nasional Way Kambas tepatnya di Suaka Rhino Sumatera. Seiring dengan bertambahnya usia Andalas terselip harapan besar bagi keberhasilannya mengawini badak betina lain seperti Ratu, Rosa dan Bina. Tak lain untuk penambahan populasi badak sumatera yang memang sangat sedikit dan terus turun dari waktu ke waktu.
Usia ini adalah usia awal memasuki kedewasaan dan Andalas berada ditempat yang tepat untuk menuju kedewasaannya, dimana di Wa
y Kambas ia mempunyai 3 ekor betina sebagai pasangannya. Andalas buktikan kejantananmu dan Selamat Ulang tahun, Happy Birthday big boy..

Back to Jungle

Posted in Andalas, Rhino on March 2, 2008 by Dedi Candra

Dedi Candra
30 Agustu
s pict9899.jpg2007Andalas sang phenomenal sejak 30 Mei 2007 mulai dilepaskan kelokasi hutan sebenarnya setelah melewati masa karantina dan adaptasi selama hampir 3 bulan. Sejak kedatangannya tanggal 21 Februari 2007 dari kebun binatang Los Angeles Amerika, Andalas badak muda berumur hampir 6 tahun ini banyak belajar tentang hidup dialam yang sebenarnya. Awalnya dia sangat takut terhadap hutan luas maklum sebelumnya hanya memiliki lokasi yang kecil, dia sangat takut dengan gelap maklum di Amerika selalu tersedia lampu penerangan, dia sangat takut mendengar bunyi ranting kering yang diinjaknya sendiri maklum dia tidak pernah memiliki tempat yang banyak semaknya, dia sangat takut jauh dari keepernya maklum dia selalu diawasi, dia sangat marah melihat babi hutan maklum di termpat asalnya tidak ada satwa lain di lokasinya kecuali dia sendiri dan masih banyak lagi kejadian-kejadian aneh dan lucu mengawal proses pengenalan Andalas terhadap hutan belantara. Babi hutan memang sangat dimusuhi oleh Andalas, ketika melihat dan mencium bau mahkluk ini, Andalas akan langsung mengejar dengan meninggalkan aktivitas yang dia lakukan sebelumnya, ini menjadi kendala tersendiri bagi petugas dalam mengajarkannya terhadap hutan Way Kambas, karena apabila dia sudah marah bukan hanya babi yang diuber tetapi keeper juga diserang dan tentu saja ini berbahaya. Dengan bobot hampir 700 kg tentu saja akan fatal kalau tertabrak. Syukur Alhamdullillah kondisi Andalas secara umum baik dan dia mulai banyak memakan tumbuhan asli Way Kambas terutama jenis Ficus dan akar-akaran tapi tentu saja Apple harus selalu tersedia karena itu sangat disukainya.
Ketika dikenalkan dengan salah satu badak betina “ Rosa”, Andalas merasa aneh, “wah ada juga mahkluk sepertiku” batin Andalas, mungkin sebelumnya dia anggarp hanya dia sendiri yang hidup dihutan luas Way Kambas. Tentu saja i
ni membangkitkan Adrenalinnya…langsung saja keceriaan dan ketertarikannya bertambah dan secara naluri Andalas mulai urin (kencing-red) seperti badak jantan umumnya (yang sebelumnya tidak pernah dilakukannya) yaitu dengan menggosok-gosokkan kepalanya kededaunan, kemudia urin sambil menggaruk-garukkan kaki belakangnya ketanah. Semua yang melihat bertepuk tangan sambil tertawa karena urinnya masih memancar kesana-kemari “ wah… kencingnya belum lurus” celetuk salah seorang keeper yang memonitornya.
Waktu terus berlalu seiring dengan besarnya harapan terhadap Andalas demi keberhasilan penambahan populasi badak Sumatera yang memang semakin sedikit. Andalas… back to jungle ….  masa depan badak Sumatera ada padamu…….

Badak Sumatra – Quarantine Period

Posted in Andalas, Rhino on March 2, 2008 by Dedi Candra

Dedi Candrapict5403.jpg
1 Maret 2007 – Suaka Rhino Sumatra (SRS) ditunjuk oleh Balai Karantina Pertanian Indonesia melalui Balai karantina kelas I panjang Lampung sebagai Instalasi Karantina Hewan Sementara (IKHS). Karantina ini sendiri direncanakan selama 1 bulan dimana 14 hari awal dipantau oleh langsung oleh Balai Karantina. Sementara penanganan kesehatan dan adaptasi Andalas langsung oleh tim khusus yang terdiri dari Robin (IRF), Curtis Eng, Steve Romo (LA Zoo), M. Agil (IPB/SRS), Dedi Candra, Marcellus Adi dan Andriansyah (SRS). Awal datang Andalas mengalami kelelahan dan sedikit stress tetapi setelah beberapa saat kondisinya mulai membaik, bahkan hari-hari berikutnya lebih baik lagi, semua proses berjalan lancar tanpa gangguan berarti. Kandang Boma sendiri berukuran 20×30 m2 ditambah sebuah kandang perawatan yang diberi cover “ kelambu“, maklum Andalas belum pernah tergigit ekto parasit di negeri asalnya. (Warta konservasi edisi V Maret 2007)

Kapal Jatra III untuk Andalas

Posted in Uncategorized on March 2, 2008 by Dedi Candra

Dedi Candra
Malam itu sedigjg-bakau-wako3-4.jpgkit lain dari biasanya, Darmaga I pelabuhan  penyeberangan Merak yang biasanya menjadi favorit  terlihat sepi, beberapa petugas mengarahkan kendaraan dan penumpang agar menuju Dermaga lain. Darmaga I akan dipakai menyeberangkan Andalas ke pulau Sumatera, Jatra III dipilih karena mempunyai fasilitas cukup baik dan lengkap, bagian bawah yang banyak jendelanya sehingga Andalas tidak kepanasan. Menurut Endin Juhaendi, Manajer Operasional PT ASDP Ferry Indonesia Cabang Utama Merak, Rabu (21/2) meski satu kapal roro disewa khusus mengantarkan badak sumatera, hal itu tidak mengganggu jadwal penyeberangan karena tetap mengikuti jadwal normal. Kapal RoRo Jatra III sengaja disewa khusus oleh SRS untuk Andalas dan rombongan agar perjalanannya lebih cepat dan lancar. Selain mengantarkan Andalas, Jatra III mengangkut rombongan pengantar yang terdiri dari 29 kendaraan roda empat, truk dan bus, wartaman serta sekitar 100 panitia dari berbagai lembaga nasional dan internasional.a
Perjalanan panjang yang ditempuh dan dana yang lumayan besar sepertinya tidak terlalu dipermasalahkan pecinta badak yang membawa Andalas, karena harapan kedepan lebih diutamakan dimana Andalas dapat menambah populasi badak Sumatera didunia dengan keberhasilan reproduksinya.
(Warta konservasi edisi V Maret 2007)